Sabtu, 22 November 2014

Hati-Hati Dengan Mushaf Al-Qur’an Terjemah Terbitan Kerajaan Arab Saudi


Hati-Hati Dengan Mushaf Al-Qur’an Terjemah Terbitan Kerajaan Arab Saudi

Amati al-Quran berciri sampul seperti dalam foto. Tahukah Anda? Ya, ini adalah al-Quran terjemah yang disertai dengan tafsirnya pada catatan kaki (footnote). Al-Qur’an itu menggunakan terjemahan Bahasa Indonesia dari Departemen Agama RI tetapi diterbitkan dan didistribusikan oleh Kerajaan Arab Saudi yang menganut paham Salafi Wahabi. Mushaf al-Qur’an tersebut biasanya dibagi-bagikan secara gratis kepada jama’ah muslim dari Indonesia.
Ada apakah gerangan dengan al-Qur’an terbitan Arab Saudi (Wahabi Salafi) itu? Coba Anda buka dan lihat kembali, perhatikan  Surat al-Baqarah ayat 255, atau biasa kita kenal dengan Ayat Kursi. Dalam footnote tertuliskan:
“Kursi dalam ayat ini oleh sebagian mufassir mengartikan Ilmu Allah, ada juga yang mengartikan kekuasaanNya. Pendapat yang shahih terhadap makna “Kursi” adalah tempat letak telapak Kaki-Nya.”
Perhatikan tulisan yang berbunyi “Pendapat yang shahih terhadap makna ‘Kursi’ adalah tempat letak telapak Kaki-Nya”. Lebih diperinci maksud tulisan tersebut kata “Kursi” dalam ayat itu diartikan sebagai “Tempat telapak kaki Allah SWT”. Ini jelas tafsiran yang membahayakan dan sangat berbahaya bagi aqidah ahlussunnah wal jama’ah. Tafsir al-Qur’an tersebut menjerumuskan aqidah umat Islam kepada aqidah tasybih(penyerupaan Allah dengan makhlukNya). Apalagi dibumbui dengan klaim “Pendapat yang shahih”, padahal itu hanya akal-akalan saja. Maha Suci Allah dari penyifatan makhluk kepada DzatNya.
Adapun mengenai tafsiran Kursi sebagai ‘tempat kedua telapak kaki Allah’, kelompok Wahabi Salafi beralasan dengan hadits riwayat Ibnu Abbas Ra.:
الكُرْسيُّ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ
“Kursi adalah tempat kedua telapak kaki (Allah).” (HR. al-Hakim no. 3116).
Kelompok Wahabi Salafi mengatakan bahwa hadits dari Ibnu Abbas itu adalah mauquf, diantara mereka ada satu orang bernama Syuja bin Mukhallad mengatakan bahwa riwayat ini marfû’ berasal dari Rasulullah SAW. Pernyataan Syuja bin Mukhallad yang mengatakan bahwa hadits ini marfû’ menyalahi riwayat para perawi terkemuka lainnya yang telah menetapkan bahwa hadits ini hanya mauqûf saja, dengan demikian pernyataan Ibnu Mukhallad ini adalah salah. Sementara telah jelas bahwa hadits-hadits mauqûf tidak dapat dijadikan dalil dalam masalah aqidah.
Adapun pemahaman hadits tersebut, jika tetap hendak diterima, adalah bahwa besarnya al-Kursi dibanding dengan Arsy adalah bentuk yang sangat kecil sekali. Perumpamaan besarnya kursi hanyalah seukuran dua telapak kaki seorang yang duduk di atas ranjang. Artinya, ukuran tempat pijakan dua kaki itu sangat kecil jika dibanding ranjang yang didudukinya. Adh-Dhahhak berkata: “Kursi adalah tempat yang dijadikan pijakan dua kaki oleh para raja yang berada di bawah tempat duduk (singgasana) mereka.”
Berikut ini adalah tafsiran yang benar, dinukil dari kitab Tafsir Jalalain QS. al-Baqarah ayat 255:
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“KursiNya meliputi langit dan bumi”, ada yang mengatakan bahwa maksudnya ialah ilmuNya, ada pula yang mengatakan kekuasaanNya, dan ada pula Kursi itu sendiri yang mencakup langit dan bumi,karena kebesaranNya, berdasarkan sebuah hadits: “Tidaklah langit yang tujuh pada kursi itu, kecuali seperti tujuh buah uang dirham yang dicampakkan ke dalam sebuah pasukan besar.”
Yang perlu dipahami adalah kursi Allah tidak bisa disamakan dengan kursi manusia pada umumya. Karena Allah memiliki sifat Mukhalafatuhu lilhawaditsi (berbeda dengan makhlukNya). Tentang makna ‘kursi’ itu sendiri, para ulama masih berbeda pendapat. Ada segolongan ulama yang memaknai ‘kursi’ sebagai ilmu Allah berdasarkan riwayat ath-Thabari dari Ibnu Abbas Ra.: “Kursi Allah berarti ilmu Allah.” Sementara ulama yang lain memaknai ‘kursi’ sebagai ‘Arsy itu sendiri. Al-Hasan berkata: “Kursi adalah ‘Arsy itu sendiri.” Pendapat lain mengatakan bahwa ‘kursi’ adalah kekuasaan Allah yang dengannya Dia mengendalikan langit dan bumi.
Masing-masing pendapat tersebut memiliki sudut pandang dan pertimbangan tersendiri, sesuai dengan riwayat yang telah diterima. Yang jelas, sekali lagi kursi Allah tidak sama dengan kursi-kursi pada umumnya. Dan lihat juga dalam kitab-kitab tafsir lainnya untuk membuktikan bahwa para ulama tidak ada yang menafsirkan seperti penafsiran para ulama Salafi-Wahabi.
Untuk itulah, kami himbau kepada umat Islam di Indonesia agar berhati-hati dengan al-Qur’an terjemah yang dibuat oleh Wahabi Arab Saudi. Apalagi dengan buku-buku Islam terjemah buatan Arab Saudi yang sudah dikotori oleh tangan-tangan jahil Wahabi Salafi. Lebih baik tidak usah menerima al-Qur’an dan buku-buku terjemah yang berasal dari Arab Saudi karena itu memberikan keselamatan yang lebih baik daripada aqidah anda rusak tanpa disadari. Wallahu al-Musta’an A’lam. (Muslimedianews)

Al-Quran versi Syiah (Mushaf Fatimah)

Al-Quran versi Syiah (Mushaf Fatimah)

Apakah al-Quran syiah itu berbeda dengan al-Quran kita? Saya sering mendengar syiah punya al-Quran sendiri. Apa benar demikian? Trim’s
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Ada 3 keyakinan mendasar syiah tentang kitab suci al-Quran:
  1. Mereka meyakini bahwa al-Quran yang dipegang kaum muslimin telah disimpangkan oleh para sahabat, sehingga tidak semua ayat al-Quran masih otentik. Beberapa ayat telah diubah dan sebagian besar dibuang para sahabat. karena itu, merekamengakui sebagian al-Quran yang dipegang kaum muslimin. [Ushul al-Kafi, al-Kulaini, 1/241]
  2. Syiah memiliki al-Quran versi lain, yang tidak ada dalam al-Quran yang beredar di tengah kaum muslimin, jumlah ayatnya 17.000. Ada dua keterangan yang mereka sampaikan, (1) al-Quran itu langsung diturunkan kepada Fatimah, (2) al-Quran itu diturunkan melalui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau berikan hanya ke Fatimah. [Ushulul Kaafi, Al Kulaini, 2/634, dan keterangan Yasir Habib, musuh sahabat].
  3. Jibril itu salah sasaran. Seharusnya seharusnya disampaikan kepada Ali bin Abi Thalib, namun disampaikan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga al-Quran ini tidak otentik, karena tidak melalui jalur Ali radhiyallahu ‘anhu. Hanya saja, keyakinan ini hanya dimiliki sekelompok syiah yang ghuluw. (Anisul Wahid, 2/310, Tahqiq: ar-Raja’i).

Mengenal Mushaf Fatimah

Orang syiah menyebut kitab suci tambahan khusus mereka sebagai mushaf Fatimiyah. Mushaf ini tidak dimiliki oleh kaum muslimin pada umumnya. Menurut salah satu riwayat mereka, Jibril hanya mendektekannya kepada Fatimah, kemudian ditulis oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Dalam kitab Ushul al-Kafi – salah satu rujukan utama syiah – dinyatakan,
عندما سئل الإمام الصادق ( عليه السَّلام ) عن مصحف فاطمة ( عليها السَّلام ) قال:
Ketika Imam as-Shodiq – alaihis salam – ditanya tentang mushaf Fatimah – alaihas salam – beliau menjawab,
إن فاطمة مكثت بعد رسول الله ( صلَّى الله عليه و آله ) خمسة وسبعين يوماً ، و كان دخلها حزنٌ شديد على أبيها ، و كان جبرئيل يأتيها فيُحسن عزاءَها على أبيها ، و يُطيب نفسها و يخبرها عن أبيها و مكانِه ، و يخُبرها بما يكون بعدها في ذريتها ، و كان عليّ ( عليه السَّلام ) يكتب ذلك ، فهذا مصحف فاطمة
“Sesungguhnya Fatimah, sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkabung selama 75 hari. Beliau sangat bersedih karena wafatnya ayahnya. Jibril selalu mendatangi Fatimah, dan turut berkabung atas kematian ayahnya. Jibril menghibur Fatimah, dan menyampaikan tentang keadaan ayahnya dan kedudukan ayahnya. Jibril juga menyampaikan keadaan masa depan keturunan Fatimah.Sementara Ali mencatat semua yang disampaikan Jibril. Itulah Mushaf Fatimah.”
[Ushul al-Kafi, al-Kulaini, 1/241].
Kitab Ushul al-Kafi, karya al-Kulaini inilah kitab rujukan pokok orang syiah yang berkembang di Iran, Irak, Lebanon, Suriah, dan syiah Indonesia.

Mushaf Fatimah Jauh Lebih Tebal

Mushaf Fatimah jauh lebih tebal dibandingkan al-Quran umat islam. Mushaf Fatimah 3 kali lebih tebal dibandingkan al-Quran kaum muslimin.
Dalam Ushul al-Kafi juga disebutkan, bahwa Abu Abdillah – alaihis salam – mengatakan,
وإن عندنا لمصحف فاطمة عليها السلام وما يدريهم ما مصحف فاطمة عليها السلام؟ قال: مصحف فيه مثل قرآنكم هذا ثلاث مرات، والله ما فيه من قرآنكم حرف واحد.
“Kami memiliki mushaf Fatimah alaihas salam. Mereka tidak tahu, apa itu mushaf Fatimah? Mushaf Fatimah berisi seperti quran kalian ini 3 kali lipat. Demi Allah, tidak ada satupun bagian (dalam mushaf Fatimah) yang dijelaskan dalam Quran kalian satu hurufpun.” [al-Kafi, al-Kulaini, jilid 1, hlm. 287]
Anda bisa perhatikan upaya pembelaan mereka terhadap Mushaf Fatimah
Salah satu tokoh mereka, Kamal al-Haidari menjelaskan kitab Ushul al-Kafi yang menjelaskan keterangan Mushaf Fatimah. Bahwa Mushaf itu ada, dan bukan khayalan. Tapi wujudnya masih disembunyikan.
Mushaf yang Disembunyikan
Mushaf Fatimah, hingga saat ini belum diterbitkan. Bahkan orang syiah sendiri tidak bisa menunjukkan lembaran mushaf Fatimahitu. Semua kaum muslimin menyatakan mushaf itu hanya khayalan, khurafat kaum syiah. Namun mereka membantah dan mengatakan, mushaf fatimah itu ada, dan mushaf itu hanya dimiliki oleh al-ma’shumin (imam yang maksum). Sementara selain imam yang maksum, mereka tidak pernah tahu isinya, selain bagian mukadimah saja.
Berikut salinan teks dari perkataan Yasir:
هو كتاب إلهي مختص بالمعصومين – عليهم السلام – وسمي بمصحف الزهراء عليها لأنه قد أملي على الزهراء والزهراء كتبته. فهو
 غير موجود عندنا لكنه حقيقة ليس خيالا ولكن الموجود عندنا منه فقط صفحة واحدة، الصفحة الأولى فقط، يعني أهل البيت بينوا مصحف فاطمة هذا المقدار فقط، لكم الحق والاطلاع عليه، باقيه مربوط بنا نحن؛ مختص بنا نحن، فليس لكم الحق والاطلاع عليه، بداية هذه الصفحة هكذا:بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ من الله العزيز القدير…أو الشئ ما ذكرت النص.. الى أمته فاطمة الزهراء – عليها السلام – وثم فيه مجموعة من الوصايا الإلهية
Mushaf Fatimah adalah kitab yang turun dari Tuhan, yang khusus dimiliki oleh al-Ma’shumin (imam yang ma’shum) – ‘alaihimus salam –. Dinamakan mushaf az-Zahra, karena mushaf ini didektekan kepada az-Zahra, kemudian az-Zahra menulisnya. Kitab itu tidak ada pada kami, namun itu hakiki bukan khayalan. Namun yang ada pada kami hanya satu halaman saja, yaitu halaman pertama saja. Artinya, ahlul bait – yang maksum itu – hanya menjelaskan mushaf Fatimah hanya seukuran ini (dia berisyarat dengan jari jempol & telunjuknya). Kalian berhak atasnya dan boleh mempelajarinya. Sisanya, hanya khusus untuk kami, dan kalian tidak punya hak atasnya dan tidak boleh mempelajarinya.
Di paragraf awal halaman itu, bunyinya sebagai berikut,
“Bismillahir rahmanir rahim, dari Allah Dzat yang Maha Agung lagi Maha Kuasa… bla..bla..bla yang saya sendiri tidak hafal…. kepada hamba-Ku Fatimah az-Zahra – alaihas salam – kemudian disebutkan berbagai kumpulan wasiat dari Allah.
Demikian kutipan keterangan Yasir salah satu tokoh besar syiah.
Bagian mukadimah mushaf itu, Yasir sendiri tidak hafal, padahal hanya beberapa paragraf. Jika mushaf itu sangat penting di mata syiah, mengapa mukadimah saja tidak hafal? Padahal itu sekelas tokoh syiah. Anda bisa menilainya sendiri.

Syiah Menimbang Keaslian al-Quran

Kaum muslimin meyakini bahwa al-Quran yang ada di tangan mereka adalah al-Quran asli, persis seperti yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui malaikat Jibril. Al-Quran ini dijaga oleh Allah, dan tidak mengalami perubahan hingga Allah mengangkatnya. Allah berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan,
قرر تعالى أنه هو الذي أنزل الذكر، وهو القرآن، وهو الحافظ له من التغيير والتبديل
Allah menegaskan bahwa Dia yang menurunkan az-Zikr, yaitu al-Quran, dan Dia yang akan menjaganya dari setiap perubahan atau penyelewengan. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/527).

Bagaimana dengan Syiah?

Syiah memiliki keyakinan yang sangat berbeda. Keyakinan yang sangat menyimpang tentang al-Quran. Berikut diantara keyakinan mereka tentang al-Quran,
1. Sekelompok syiah meyakini bahwa Jibril salah dalam menurunkan wahyu. Seharusnya kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, tapi dia berikan kepada Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam kitab Anisul Wahid, al-Jazairi mengatakan,
محمدٌ بِعَلِيّ أشبه من الغراب بالغراب، والذباب بالذباب، فبعث الله جبريل عليه السلام الى علي عليه السلام، فغلط جبريل من تبليغ الرسالة من علي الى محمد، ويلعنون صاجب الريش جبريل عليه السلام
Muhammad dengan Ali itu lebih mirip dibandingkan dua burung gagak atau dibandingkan miripnya dua ekor lalat. Kemudian Allah mengutus Jibril ‘alaihis salam untuk memberikan wahyu kepada Ali ‘alaihis salam, namun Jibril salah dalam menyampaikan risalah, seharusnya kepada Ali, dia berikan kepada Muhammad. Dan mereka (orang syiah) melaknat sang pemilik sayap, yaitu Jibril. (Anisul Wahid, 2/310, Tahqiq: ar-Raja’i).
2. Sebagian besar al-Quran, isinya hanya menjelaskan sosok Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, ahli bait, dan para musuh ahli bait (para sahabat). Tokoh syiah, al-Faidh al-Kasyani mengatakan,
جل القران انما نزل فيهم وفي أولياءهم وأعداءهم
“Mayoritas al-Quran turun terkait dengan sosok ahlul bait, para pembela mereka, dan musuh mereka.” (Tafsir as-Shafi, 1/24).
Bahkan salah satu tokoh syiah, Hasyim bin Sulaiman al-Katkani menegaskan bahwa nama Ali bin Abi Thalib sendiri, disebutkan dalam al-Quran sebanyak 1154 kali. Untuk mendakwahkan itu, dia menulis buku al-Lawami’ an-Nuraniyah fi Asma Aliy wa Ahli Baitihi al-Quraniyah.
Anda bisa bandingkan dengan isi al-Quran yang ada di rumah anda saat ini. Adakah nama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu di dalamnya? Jika ada 1154 kali nama Ali, berarti itu bukan al-Quran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Para sahabat menyelewengkan al-Quran, dan membuang banyak ayat al-Quran, terutama yang menyebutkan tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib.
عن هشام بن سالم عن أبي عبد الله عليه السلام قال : أن القران الذي جاء به جبريل عليه السلام إلى محمد صلى الله عليه وسلم سبعة عشر ألف اية
Dari Hisyam bin Salim, dari Abu Abdillah ‘alaihis salam, ia berkata, “Al Qur’an yang dibawa oleh Jibril ‘alaihis salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiri dari 17.000 ayat.” [Ushul al-Kafi, al-Kulaini, jilid 2, hlm. 634].
Dalam keterangan tokoh syiah yang lain, keterangan Sulthan Muhammad bin Haidar Al-Khurasaaniy, dinyatakan,
اعلم، أنه قد استفاضت الأخبار عن الأئمة الأطهار بوقوف الزيادة والنقيصة والتحريف والتغيير فيه
”Ketahuilah bahwasannya telah banyak tersebar khabar-khabar dari para imam yang suci tentang adanya penambahan, pengurangan, penyimpangan, dan perubahan Al-Qur’an…” [Bayaanus-Sa’aadah fii Muqaamaatil-’Ibaadah 1/12].
Dalam kitab Minhaj Al Baro’ah Syarh Nahjul Balaghoh (2/216) oleh Habibullah al-Khou’i disebutkan, “Lafazh aali Muhammad wa aali ‘Ali (bin Abi Tholib) – keluarga Muhammad dan keluarga ‘Ali – telah terhapus dari Al Qur’an”.
4. Yang tahu seluruh isi al-Quran hanya ahlul bait. Selain Ahlul bait, hanya mengetahui sebagian isi al-Quran. Artinya, mushaf yang berada di tangan kaum muslimin, hanya sebagian dari al-Quran
Abu Ja’far berkata,
ما ادعى أحد من الناس أنه جمع القرآن كله كما أنزل إلا كذاب، وما جمعه وحفظه كما نزله الله تعالى إلا علي بن أبي طالب عليه السلام والأئمة من بعده عليهم السلام
“Barangsiapa menganggap dirinya telah mengumpulkan seluruh isi Al Qur’an, sebagaimana yang diturunkan, berarti dia pendusta. Tidak ada yang bisa mengumpulkan dan menjaga Al Qur’an sebagaimana yang Allah turunkan selain ‘Ali bin Abi Tholib dan para imam setelahnya”(Ushul al-Kaafi, Al Kulaini, 1/228).

Al-Quran Syiah Indonesia

“Al-Quran yang Mereka Sebar, Sama dengan al-Quran Kita”
Bukankah al-Quran yang disebarkan oleh orang syiah di Indonesia, sama dengan al-Quran kaum muslimin lainnya?
Jika benar demikian adanya, anda tidak perlu bingung. Karena syiah punya satu prinsip ’bunglon’, mengubah warna sesuai lingkungan, untuk bisa mendapatkan mangsa. Prinsip itu bernama ‘taqiyah’. Selangkapnya bisa anda pelajari di: Doktrin Aliran Syiah yang Paling Berbahaya
Dengan prinsip ini, Kaum Syi’ah diperintahkan tetap membaca al-Qur’an yang ada di tengah-tengah kaum muslimin saat ini dalam shalat dan keadaan lainnya, juga mengamalkan hukumnya sampai datang suatu zaman di mana al-Qur’an di tengah kaum muslimin akan diangkat ke langit, lalu keluarlah al-Qur’an yang ditulis oleh Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib). Kemudian al Qur’an tersebut yang dibaca dan hukumnya diamalkan. (al-Anwar an-Ni’maniyyah, Ni’matullah al-Jazairi, 2/363).

Mushaf Al Qur’an dengan kode warna tajwid.



Sahabat sekalian, adakah keinginan untuk membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan membacanya pada layar computer/laptop seperti membuka lembaran-lembaran pada mushaf anda?

Aplikasi Qur’an Flash Tajwid menyuguhkan mushaf Al Qur’an pada monitor anda dan memudahkan anda mempelajari cara membacanya sesuai tajwid dengan bantuan kode warna pada tulisan ayat-ayatnya . Dibuat dengan basis flash dengan tampilan cantik benar-benar menampilkan animasi membuka lembaran al qur’an halaman perhalaman serasa membukanya dengan tangan.

Apa keistimewaannya ?

  1. Tampilan menarik dengan efek flipbook berbasis flash.
  2. Tulisan Arab (khat) menggunakan khat naskhi standar mushaf Nabawi yang ditulis oleh Kaligrafer Utsman Thaha
  3. Kode warna untuk tiap-tiap hukum bacaan tajwid, memandu anda untuk membacanya sembari memperhatikan kaedah tajwidnya
  4. Resolusi lumayan tinggi (mampu sampai 1024×768 pixel)
  5. Portable bisa langsung di pake tanpa perlu instalasi.
  6. Fitur navigasi juz dan surat, pencarian halaman
Berikut tampang aplikasi Qur’an Flash Tajwid


Begini Proses Mushaf An-Nahdlah

Begini Proses Mushaf An-Nahdlah
Jakarta, NU Online
PBNU menghadirkan Al-Quran berkualitas guna memenuhi kebutuhan Muslim Indonesia yang mencapati 2 juta eksemplar per tahun. Untuk itu, diterbitkan mushaf An-Nahdlah. Mushaf itu diluncurkan di PBNU, Jakarta, Jumat (21/6).

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal-Huffaz Nahdlatul Ulama (PP JQHNU) Ahmad Ari Masyhuri menceritakan proses pembuatan mushaf tersebut.

Menurut Ari, ada sembilan Pimpinan Pusat JQH yang terlibat dalam pembuatan mushaf tersebut. Kesembilan orang tersebut adalah Rais Majelis Ilmi JQHNU KH Ahsin Sakho Muhammad, Ketua Umum JQHNU KH Muhaimin Zen.

Kemudian KH Ahmad Fathoni , KH Jajim Khumaidi, KH Ahmad Dahuri, KH Masrur Ikhwan, Muthmainnah, Romlah Hidayah, dan Ahmad Ari Masyhuri, “Kesembilan orang ini mengawal subtansi untuk verifikasi dan validasi agar sesuai dengan Mushaf Utsmani,” katanya di sekretaria JQHNU, gedung PBNU, Jakarta selepas peluncuran Mushaf An-Nahdlah.

Mereka, tambah Ari, juga mengawal proses penerbitan, percetakan, halaman per halaman secara manual. Kemudian setelah dami masuk dikroscek halaman per halaman lagi.

“Setiap halaman di mushaf itu ada  logo NU-nya,” katanya.

Mushaf Al-Quran bernama An-Nahdlah diterbitkan PBNU melalui PT Hati Emas yang menggandeng Asia Pulp & Paper (APP). Hadir pada kesempatan itu Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, Sekretaris Jenderal PBNU H. Marsudi Syuhud, Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf, serta pengurus PBNU lain. Hadir pula beberapa Duta Besar negara sahabat seperti Mesir, Malaysia, Cina dan perwakilan OKI.  

Sejarah Pembuatan Mushaf Al-Quran


MENURUT AHLI SEJARAH NON-MUSLIM


(dikutip dari SEJARAH HIDUP MUHAMMAD oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL)
PENDAPAT MUIR


Sebenarnya apa yang diterangkan kaum  Orientalis  dalam  hal ini cukup banyak. Tapi coba kita ambil apa yang ditulis oleh Sir William Muir dalam The Life of  Mohammad  supaya  mereka yang  sangat  berlebih-lebihan  dalam  memandang sejarah dan dalam memandang diri mereka yang  biasanya  menerima  begitu saja   apa   yang  dikatakan  orang  tentang  pemalsuan  dan perubahan Qur'an itu, dapat  melihat  sendiri.  Muir  adalah seorang  penganut Kristen yang teguh dan yang juga berdakwah untuk itu. Diapun ingin sekali tidak akan membiarkan  setiap kesempatan  melakukan  kritik  terhadap Nabi dan Qur'an, dan berusaha memperkuat kritiknya.
Ketika bicara tentang  Qur'an  dan  akurasinya  yang  sampai kepada kita, Sir William Muir menyebutkan:
"Wahyu  Ilahi itu adalah dasar rukun Islam. Membaca beberapa ayat merupakan bagian pokok dari sembahyang sehari-hari yang bersifat  umum  atau  khusus. Melakukan pembacaan ini adalah wajib dan sunah, yang dalam arti agama adalah perbuatan baik yang  akan  mendapat  pahala  bagi yang melakukannya. Inilah sunah pertama yang sudah merupakan konsensus. Dan  itu  pula yang  telah  diberitakan  oleh  wahyu.  Oleh karena itu yang hafal Qur'an di kalangan Muslimin yang mula-mula itu  banyak sekali, kalau bukan semuanya. Sampai-sampai di antara mereka pada awal masa kekuasaan Islam itu ada  yang  dapat  membaca sampai  pada  ciri-cirinya  yang  khas.  Tradisi  Arab telah membantu pula mempermudah pekerjaan  ini.  Kecintaan  mereka luar  biasa  besarnya. Oleh karena untuk memburu segala yang datang  dari  para  penyairnya  tidak  mudah  dicapai,  maka seperti  dalam  mencatat  segala  sesuatu  yang  berhubungan dengan nasab keturunan  dan  kabilah-kabilah  mereka,  sudah biasa  pula  mereka  mencatat sajak-sajak itu dalam lembaran hati mereka sendiri. Oleh karena  itu  daya  ingat  (memori) mereka  tumbuh  dengan  subur. Kemudian pada masa itu mereka menerima Qur'an dengan persiapan dan dengan jiwa yang hidup. Begitu  kuatnya  daya  ingat  sahabat-sahabat Nabi, disertai pula  dengan  kemauan  yang  luar  biasa  hendak  nnenghafal Qur'an,  sehingga  mereka,  bersama-sama  dengan  Nabi dapat mengulang kembali dengan ketelitian yang  meyakinkan  sekali segala  yang  diketahui  dari  pada  Nabi  sampai pada waktu mereka membacanya itu."
"Sungguhpun dengan tenaga yang sudah menjadi ciri khas  daya ingatnya   itu,  kita  juga  bebas  untuk  tidak  melepaskan kepercayaan kita  bahwa  kumpulan  itu  adalah  satu-satunya sumber. Tetapi ada alasan kita yang akan membuat kita yakin, bahwa sahabat-sahabat Nabi  menulis  beberapa  macam  naskah selama  masa  hidupnya  dari  berbagai  macam  bagian  dalam Qur'an. Dengan naskah-naskah inilah hampir seluruhnya Qur'an itu  ditulis.  Pada  umumnya  tulis-menulis  di  Mekah sudah dikenal orang jauh sebelum masa  kerasulan  Muhammad.  Tidak hanya  seorang  saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan  perang  Badr  yang dapat mengajarkan tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan Muhammad.  Tidak  hanya  seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat  mengajarkan tulis-menulis   kepada   kaum  Anshar  di  Medinah,  sebagai imbalannya  mereka  dibebaskan.  Meskipun  penduduk  Medinah dalam pendidikan tidak sepandai penduduk Mekah, namun banyak juga  di  antara  mereka  yang  pandai  tulis-menulis  sejak sebelum  Islam.  Dengan adanya kepandaian menulis ini, mudah saja kita mengambil kesimpulan tanpa salah, bahwa  ayat-ayat yang  dihafal  menurut  ingatan  yang sangat teliti itu, itu juga yang dituliskan dengan ketelitian yang sama pula."
"Kemudian kitapun mengetahui, bahwa Muhammad telah  mengutus seorang sahabat atau lebih kepada kabilah-kabilah yang sudah menganut Islam,  supaya  mengajarkan  Qur'an  dan  mendalami agama.  Sering  pula  kita  membaca, bahwa ada utusan-utusan yang    pergi    membawa    perintah    tertulis    mengenai masalah-masalah  agama  itu.  Sudah tentu mereka membawa apa yang  diturunkan  oleh  wahyu,  khususnya  yang  berhubungan dengan  upacara-upacara  dan peraturan-peraturan Islam serta apa yang harus dibaca selama melakukan ibadat."


PENULISAN QUR'AN PADA ZAMAN NABI


"Qur'an  sendiripun  menentukan  adanya  itu  dalam   bentuk tulisan.  Begitu  juga  buku-buku  sejarah  sudah menentukan demikian, ketika menerangkan tentang Islamnya Umar,  tentang adanya   sebuah   naskah  Surat  ke-20  [Surah  Taha]  milik saudaranya yang perempuan dan keluarganya. Umar masuk  Islam tiga  atau  empat  tahun  sebelum  Hijrah.  Kalau  pada masa permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling  dipertukarkan, tatkala  jumlah  kaum  Muslimin  masih sedikit dan mengalami pelbagai macam siksaan, maka sudah dapat dipastikan  sekali, bahwa  naskah-naskah tertulis itu sudah banyak jumlahnya dan sudah banyak pula beredar, ketika Nabi sudah mencapai puncak kekuasaannya  dan  kitab  itu  sudah  menjadi  undang-undang seluruh bangsa Arab."


BILA BERSELISIH KEMBALI KEPADA NABI


"Demikian halnya Qur'an itu semasa hidup Nabi, dan  demikian juga  halnya  kemudian  sesudah  Nabi wafat; tetap tercantum dalam kalbu kaum  mukmin.  Berbagai  macam  bagiannya  sudah tercatat  belaka  dalam  naskah-naskah yang makin hari makin bertambah jumlahnya itu. Kedua sumber itu  sudah  seharusnya benar-benar  cocok.  Pada  waktu itu pun Qur'an sudah sangat dilindungi sekali, meskipun  pada  masa  Nabi  masih  hidup, dengan  keyakinan  yang  luarbiasa  bahwa  itu  adalah kalam Allah. Oleh karena  itu  setiap  ada  perselisihan  mengenai isinya,  untuk  menghindarkan  adanya  perselisihan demikian itu, selalu dibawa kepada Nabi sendiri. Dalam  hal  ini  ada beberapa  contoh  pada  kita:  'Amr bin Mas'ud dan Ubayy bin Ka'b membawa hal itu kepada Nabi. Sesudah Nabi  wafat,  bila ada  perselisihan,  selalu  kembali  kepada  teks yang sudah tertulis  dan  kepada  ingatan  sahabat-sahabat  Nabi   yang terdekat serta penulis-penulis wahyu."


PENGUMPULAN QUR'AN LANGKAH PERTAMA


"Sesudah  selesai  menghadapi  peristiwa  Musailima  - dalam perang Ridda - penyembelihan Yamama telah  menyebabkan  kaum Muslimin banyak yang mati, di antaranya tidak sedikit mereka yang telah menghafal Qur'an dengan  baik.  Ketika  itu  Umar merasa  kuatir  akan  nasib  Qur'an dan teksnya itu; mungkin nanti akan menimbulkan keragu-raguan orang bila mereka  yang telah  menyimpannya  dalam  ingatan itu, mengalami suatu hal lalu meninggal semua. Waktu itulah ia pergi menemui Khalifah Abu  Bakr  dengan mengatakan: "Saya kuatir sekali pembunuhan terhadap mereka yang sudah hafal  Qur'an  itu  akan  terjadi lagi di medan pertempuran lain selain Yamama dan akan banyak lagi dari mereka  yang  akan  hilang.  Menurut  hemat  saya, cepat-cepatlah    kita    bertindak   dengan   memerintahkan pengumpulan Qur'an."
"Abu Bakr segera  menyetujui  pendapat  itu.  Dengan  maksud tersebut  ia  berkata  kepada Zaid bin Thabit, salah seorang Sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang  cerdas  dan saya  tidak  meragukan kau. Engkau adalah penulis wahyu pada Rasulullah  s.a.w.  dan  kau  mengikuti  Qur'an  itu;   maka sekarang kumpulkanlah.''
"Oleh  karena  pekerjaan ini terasa tiba-tiba sekali di luar dugaan, mula-mula Zaid gelisah sekali.  Ia  masih  meragukan gunanya melakukan hal itu dan tidak pula menyuruh orang lain melakukannya. Akan tetapi akhirnya  ia  mengalah  juga  pada kehendak  Abu  Bakr dan Umar yang begitu mendesak. Dia mulai berusaha  sungguh-sungguh   mengumpulkan   surah-surah   dan bagian-bagiannya  dari segenap penjuru, sampai dapat juga ia mengumpulkan yang tadinya di atas daun-daunan, di atas  batu putih,   dan   yang  dihafal  orang.  Setengahnya  ada  yang menambahkan, bahwa dia juga mengumpulkannya  dari  yang  ada pada  lembaran-lembaran,  tulang-tulang  bahu dan rusuk unta dan kambing. Usaha Zaid ini mendapat sukses."
"Ia melakukan itu selama dua atau tiga tahun  terus-menerus, mengumpulkan   semua   bahan-bahan  serta  menyusun  kembali seperti yang ada sekarang ini, atau seperti  yang  dilakukan Zaid  sendiri membaca Qur'an itu di depan Muhammad, demikian orang mengatakan. Sesudah  naskah  pertama  lengkap  adanya, oleh  Umar  itu  dipercayakan  penyimpanannya kepada Hafsha, puterinya dan isteri Nabi. Kitab yang  sudah  dihimpun  oleh Zaid  ini  tetap  berlaku selama khilafat Umar, sebagai teks yang otentik dan sah.
"Tetapi kemudian terjadi perselisihan mengenai cara membaca, yang timbul baik karena perbedaan naskah Zaid yang tadi atau karena perubahan yang dimasukkan ke dalam naskah-naskah  itu yang  disalin  dari  naskah  Zaid.  Dunia Islam cemas sekali melihat hal ini. Wahyu  yang  didatangkan  dari  langit  itu "satu,"  lalu  dimanakah sekarang kesatuannya? Hudhaifa yang pernah berjuang di Armenia dan di Azerbaijan,  juga  melihat adanya perbedaan Qur'an orang Suria dengan orang Irak."


MUSHAF USMAN


"Karena  banyaknya  dan  jauhnya  perbedaan  itu,  ia merasa gelisah sekali. Ketika itu ia lalu meminta agar Usman  turun tangan.  "Supaya  jangan  ada  lagi orang berselisih tentang kitab  mereka  sendiri  seperti   orang-orang   Yahudi   dan Nasrani."   Khalifahpun  dapat  menerima  saran  itu.  Untuk menghindarkan bahaya, sekali lagi Zaid bin  Thabit  dimintai bantuannya  dengan  diperkuat  oleh tiga orang dari Quraisy. Naskah pertama yang ada di tangan Hafsha  lalu  dibawa,  dan cara  membaca yang berbeda-beda dari seluruh persekemakmuran Islam itupun dikemukakan, lalu  semuanya  diperiksa  kembali dengan  pengamatan  yang  luarbiasa,  untuk  kali  terakhir. Kalaupun Zaid berselisih juga dengan ketiga sahabatnya  dari Quraisy  itu,  ia  lebih condong pada suara mereka mengingat turunnya wahyu itu menurut logat Quraisy, meskipun dikatakan wahyu   itu   diturunkan   dengan  tujuh  dialek  Arab  yang bermacam-macam."
"Selesai dihimpun, naskah-naskah  menurut  Qur'an  ini  lalu dikirimkan  ke seluruh kota persekemakmuran. Yang selebihnya naskah-naskah itu dikumpulkan lagi  atas  perintah  Khalifah lalu dibakar. Sedang naskah yang pertama dikembalikan kepada Hafsha."


PERSATUAN ISLAM ZAMAN USMAN


"Maka yang sampai kepada kita adalah Mushhaf  Usman.  Begitu cermat  pemeliharaan  atas Qur'an itu, sehingga hampir tidak kita dapati -bahkan  memang  tidak  kita  dapati-  perbedaan apapun dari naskah-naskah yang tak terbilang banyaknya, yang tersebar ke seluruh  penjuru  dunia  Islam  yang  luas  itu. Sekalipun akibat terbunuhnya Usman sendiri - seperempat abad kemudian sesudah Muhammad wafat - telah  menimbulkan  adanya kelompok-kelompok  yang marah dan memberontak sehingga dapat menggoncangkan kesatuan dunia Islam -  dan  memang  demikian adanya  - namun Qur'an yang satu, itu juga yang selalu tetap menjadi Qur'an bagi semuanya. Demikianlah, Islam yang  hanya mengenal satu kitab itu ialah bukti yang nyata sekali, bahwa apa yang ada di depan kita sekarang ini  tidak  lain  adalah teks  yang  telah  dihimpun  atas perintah Usman yang malang itu.
"Agaknya di seluruh dunia ini tak ada sebuah kitabpun selain Qur'an  yang  sampai empatbelas  abad  lamanya  tetap lengkap dengan teks yang begitu murni  dan  cermatnya.  Adanya  cara membaca  yang  berbeda-beda  itu sedikit sekali untuk sampai menimbulkan keheranan. Perbedaan ini kebanyakannya  terbatas hanya  pada  cara  mengucapkan  huruf  hidup  saja atau pada tempat-tempat tanda berhenti, yang sebenarnya  timbul  hanya belakangan  saja  dalam  sejarah,  yang  tak ada hubungannya dengan Mushhaf Usman."
"Sekarang, sesudah ternyata  bahwa  Qur'an  yang  kita  baca ialah  teks  Mushhaf  Usman yang tidak berubah-ubah, baiklah kita  bahas  lagi:  Adakah  teks  ini  yang  memang   persis bentuknya  seperti  yang  dihimpun  oleh Zaid sesudah adanya persetujuan menghilangkan segi perbedaan dalam cara  membaca yang  hanya  sedikit sekali jumlahnya dan tidak pula penting itu? Segala pembuktian yang ada pada kita meyakinkan sekali, bahwa  memang  demikian.  Tidak ada dalam berita-berita lama atau  yang  patut  dipercaya  yang  melemparkan   kesangsian terhadap  Usman  sedikitpun,  bahwa  dia  bermaksud mengubah Qur'an guna memperkuat tujuannya. Memang benar, bahwa Syi'ah kemudian  menuduh  bahwa  dia mengabaikan beberapa ayat yang mengagungkan Ali. Akan tetapi dugaan ini tak dapat  diterima akal.  Ketika  Mushhaf ini diakui, antara pihak Umawi dengan pihak Alawi  (golongan  Mu'awiya  dan  golongan  Ali)  belum terjadi  sesuatu  perselisihan faham. Bahkan persatuan Islam masa  itu   benar-benar   kuat   tanpa   ada   bahaya   yang mengancamnya.  Di  samping  itu  juga  Ali  belum melukiskan tuntutannya dalam bentuknya yang lengkap.  Jadi  tak  adalah maksud-maksud   tertentu  yang  akan  membuat  Usman  sampai melakukan pelanggaran yang akan  sangat  dibenci  oleh  kaum Muslimin  itu.  Orang-orang  yang  memahami  dan hafal benar Qur'an  seperti  yang  mereka  dengar  sendiri  waktu   Nabi membacanya  mereka  masih  hidup  tatkala Usman mengumpulkan Mushhaf itu. Andaikata ayat-ayat yang mengagungkan  Ali  itu sudah   ada,   tentu   terdapat   juga   teksnya  di  tangan pengikut-pengikutnya yang banyak itu. Dua  alasan  ini  saja sudah  cukup untuk menghapus setiap usaha guna menghilangkan ayat-ayat  itu.  Lagi  pula,  pengikut-pengikut  Ali   sudah berdiri  sendiri sesudah Usman wafat, lalu mereka mengangkat Ali sebagai Pengganti."
"Dapatkah diterima akal - pada waktu kemudian  mereka  sudah memegang kekuasaan - bahwa mereka akan sudi menerima Qur 'an yang sudah terpotong-potong, dan  terpotong  yang  disengaja pula untuk menghilangkan tujuan pemimpin mereka?! Sungguhpun begitu mereka tetap membaca Qur'an  yang  juga  dibaca  oleh lawan-lawan mereka. Tak ada bayangan sedikitpun bahwa mereka akan menentangnya. Bahkan Ali sendiripun telah memerintahkan supaya  menyebarkan naskah itu sebanyak-banyaknya. Malah ada diberitakan, bahwa ada beberapa di antaranya yang ditulisnya dengan tangannya sendiri."
"Memang  benar  bahwa  para  pemberontak  itu  telah membuat pangkal pemberontakan mereka karena Usman telah mengumpulkan Qur'an  lalu  memerintahkan  supaya semua naskah dimusnahkan selain Mushhaf Usman. Jadi tantangan mereka ditujukan kepada langkah-langkah  Usman  dalam  hal  itu  saja,  yang menurut anggapan mereka tidak boleh dilakukan. Tetapi di  balik  itu tidak  seorangpun yang menunjukkan adanya usaha mau mengubah atau menukar isi Qur'an. Tuduhan  demikian  pada  waktu  itu adalah suatu usaha perusakan terang-terangan. Hanya kemudian golongan Syi'ah saja yang mengatakan itu  untuk  kepentingan mereka sendiri."
"Sekarang kita dapat mengambil kesimpulan dengan meyakinkan, bahwa Mushhaf Usman itu tetap dalam  bentuknya  yang  persis seperti  yang  dihimpun  oleh  Zaid bin Thabit, dengan lebih disesuaikan bahan-bahannya yang sudah ada lebih dulu  dengan dialek Quraisy. Kemudian menyisihkan jauh-jauh bacaan-bacaan selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar  di  seluruh daerah itu."


MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP


"Tetapi  sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain yang  terpampang  di  depan   kita,   yakni:   adakah   yang dikumpulkan  oleh  Zaid itu merupakan bentuk yang sebenarnya dan  lengkap  seperti  yang  diwahyukan   kepada   Muhammad? Pertimbangan-pertimbangan  di  bawah  ini  cukup  memberikan keyakinan, bahwa itu adalah susunan  sebenarnya  yang  telah selengkapnya dicapai waktu itu:"
"Pertama  -  Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang  sahabat  yang  jujur  dan setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang  hubungannya begitu  erat  sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun terakhir dalam hayatnya, serta  kelakuannya  dalam  khilafat dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari gejala ambisi, sehingga baginya  memang  tak  adalah  tempat buat  mencari  kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah, sehingga  tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya."
Pernyataan semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah menyelesaikan   pengumpulan   itu   pada  masa  khilafatnya. Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua kaum Muslimin  waktu  itu,  tak ada perbedaan antara para penulis yang membantu  melakukan  pengumpulan  itu,  dengan  seorang mu'min  biasa  yang  miskin, yang memiliki wahyu tertulis di atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu  membawanya  semua kepada    Zaid.    Semangat   mereka   semua   sama,   ingin memperlihatkan kalimat-kalimat dan  kata-kata  seperti  yang dibacakan  oleh  Nabi,  bahwa itu adalah risalah dari Tuhan. Keinginan  mereka  hendak  memelihara  kemurnian  itu  sudah menjadi  perasaan  semua  orang,  sebab tak ada sesuatu yang lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka  seperti  rasa  kudus yang  agung  itu,  yang  sudah  mereka  percayai  sepenuhnya sebagai    firman    Allah.    Dalam     Qur'an     terdapat peringatan-peringatan   bagi   barangsiapa  yang  mengadakan kebohongan  atas  Allah  atau  menyembunyikan  sesuatu  dari wahyuNya.  Kita  tidak  akan dapat menerima, bahwa pada kaum Muslimin yang  mula-mula  dengan  semangat  mereka  terhadap agama  yang  begitu  rupa mereka sucikan itu, akan terlintas pikiran yang akan membawa akibat  begitu  jauh  membelakangi iman."
"Kedua  -  Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga tahun sesudah Muhammad wafat. Kita  sudah  melihat  beberapa orang  pengikutnya,  yang  sudah  hafal  wahyu  itu  di luar kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian,  juga  sudah ada   serombongan   ahli-ahli   Qur'an  yang  ditunjuk  oleh pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam  guna melaksanakan  upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu  mata  rantai penghubung  antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan  saja bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf itu,  tapi  juga  mempunyai  segala  fasilitas  yang   dapat menjamin    terlaksananya    maksud    tersebut,    menjamin terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam  kitab  itu, yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna dikumpulkan."
"Ketiga - Juga  kita  mempunyai  jaminan  yang  lebih  dapat dipercaya  tentang  ketelitian dan kelengkapannya itu, yakni bagian-bagian Qur'an yang tertulis,  yang  sudah  ada  sejak masa  Muhammad  masih  hidup,  dan  yang  sudah tentu jumlah naskahnyapun sudah banyak sebelum  pengumpulan  Qur'an  itu. Naskah-naskah  demikian  ini  kebanyakan sudah ada di tangan mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa  apa yang  dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan orang dan langsung dibaca sesudah pengumpulannya.  Maka  logis  sekali kita mengambil kesimpulan, bahwa semua yang terkandung dalam bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka.  Oleh  karena  itu keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada suatu sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa para  penghimpun  itu  telah melalaikan sesuatu bagian, atau sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa yang  terdapat  di dalamnya  itu,  berbeda  dengan  yang ada dalam Mushhaf yang sudah dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini  memang  ada, maka tidak bisa tidak tentu terlihat juga, dan tentu dicatat pula dalam dokumen-dokumen lama yang sangat cermat itu;  tak ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang penting."
"Keempat   -   Isi  dan  susunan  Qur'an  itu  jelas  sekali menunjukkan  cermatnya   pengumpulan.   Bagian-bagian   yang bermacam-macarn  disusun  satu  sama  lain  secara sederhana tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat."
"Tak ada bekas tangan yang mencoba  mau  mengubah  atau  mau memperlihatkan  keahliannya  sendiri. Itu menunjukkan adanya iman dan kejujuran sipenghimpun dalam  menjalankan  tugasnya itu. Ia tidak berani lebih daripada mengambil ayat-ayat suci itu seperti apa adanya,  lalu  meletakkannya  yang  satu  di samping yang lain."
"Jadi  kesimpulan yang dapat kita sebutkan dengan meyakinkan sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu  bukan  hanya hasil  ketelitian  saja,  bahkan - seperti beberapa kejadian menunjukkan - adalah juga lengkap, dan  bahwa  penghimpunnya tidak bermaksud mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita dapat meyakinkan, berdasarkan bukti-bukti yang  kuat,  bahwa setiap  ayat  dari  Qur'an  itu, memang sangat teliti sekali dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad."
Panjang juga kita mengutip kalimat-kalimat Sir William  Muir seperti  yang  disebutkan  dalam  kata pengantar The Life of Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita  kutip itu  tidak  perlu  lagi  rasanya  kita  menyebutkan  tulisan Lammens atau  Von  Hammer  dan  Orientalis  lain  yang  sama sependapat.   Secara   positif   mereka  memastikan  tentang persisnya Qur'an yang kita baca sekarang,  serta  menegaskan bahwa  semua  yang  dibaca  oleh  Muhammad adalah wahyu yang benar  dan  sempurna  diterima  dari  Tuhan.  Kalaupun   ada sebagian   kecil   kaum   Orientalis  berpendapat  lain  dan beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami  perubahan,  dengan tidak menghiraukan alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir dan sebagian besar  Orientalis,  yang  telah  mengutip  dari sejarah  Islam  dan  dari  sarjana-sarjana  Islam,  maka itu adalah suatu dakwaan yang hanya didorong  oleh  rasa  dengki saja terhadap Islam dan terhadap Nabi.
Betapapun   pandainya   tukang-tukang   tuduh  itu  menyusun tuduhannya,  namun  mereka  tidak  dapat  meniadakan   hasil penyelidikan  ilmiah  yang  murni. Dengan caranya itu mereka takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali  beberapa  pemuda yang  masih  beranggapan  bahwa  penyelidikan yang bebas itu mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka  sendiri, memalingkan  muka  dari kebenaran karena sudah terbujuk oleh kepalsuan yang indah-indah. Mereka percaya kepada semua yang mengecam   masa   lampau  sekalipun  pengecamnya  itu  tidak mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.

Macam-Macam Mushaf Al-Quran

1.      Mushaf Istiqlal 
Mushaf ini merupakan tulisan tangan putra – putra terbaik bangsa Indonesia. Mulai ditulis pada tanggal 15 Oktober 1991. Penulisan huruf Ba padaBasmalah pada surah Al-FatihahI adalah Presiden H. M. Soeharto(Presiden RI pada saat itu) sebagai tanda dimulainya penulisan mushafIstiqlal dan sekaligus membuka pamerann kebudayaan Islam tingkat Nasional yang lebih dikenal dengan Festival Istiqlal I.
Pada tanggal 23 September 1995 bertepatan dengan pembukaan Festival Istiqlal II, Bapak Presiden Soeharto mendatangi prasasti tanda selesainya penulisan mushafIstiqlal. Mushaf ini merupakan seni asasi yang suci dan agung karena merupakan bentuk ekspresi estetik seni Islam yang paling otentik dan original, sebagai salah satu manifestasi sufistik atas pengejawantahan hokum Allah (al-syari’ah) melalui jalan spiritual (al-thariqoh) untuk mencapai hakikat (al-haqiqoh).
Pembuatan mushaf ini melibatkan tim khusus yang keanggotaannya terdiri dari para ahli kaligrafi, ahli seni rupa, ulama ahli Al-Qur’an, serta budayawan. Mushaf ini juga ditashih oleh lajnahpentashihanmushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI.
Sumber inspirasi desain pada iluminasimushafistiqlal berasal dari 2 jenis: Pertama, Bentuk Floramorfis (artinya tumbuh-tumbuhan dan bunga) yang diabstraksi sebagai visualisasi simbolis atas makna ayat Al-Qur’an sebagaimana tertulis dalam surah Ibrahim ayat 24-25 yang artinya:
“Tidakkan kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik, akarnya kuat dan cabanganya(menjulang) ke langit, (pohon itu menghasilkan buahnya setiap waktu dengan seizing Tuhanya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.”
Ayat ini bermakna simbolis agar manusia selalu mengingat (dzikir) dan tunduk (taqwa) kepada Allah s.w.t.
Kedua,iluminasinya dari khazanah ragam hias nusantara dari sabang sampai merauke yang terdapat pada arsiteltur rumah adat, tekstil, batik, perabot rumah tangga, perhiasan, tosan aji dan lain-lain. Dengan demikian Mushaf Al-Qur’an Istiqlal dapat menjadi ungkapan berutrsdisi seni suci Islam sakaligus sebagai gambaran umat Islam Indonesia yang menyatu dan damai dalam kemajemukan suku bangsa yang demikian banyak.
Kenapa iluminasinya hanya dalam bentuk flora, bukan fauna? Karena flora menggambarkan bentuk keindahan disbanding fauna. Tujuan dari iluminasi adalah untuk memperindah karena salah satu ajaran Islam adalah keindahan. Dengan dihias, maka orang akan suka membaca Al-Qur’an karena ada daya tariknya.
Gambar cahaya (sinar memancar) yang terdapat pada hamper setiap halaman diangkat sevara simbolis dari Q.S. An Nur: 35 tentang cahaya Allah s.w.t., yang member sinarna (ajaran, petunjuk, dan perintah) kepada manusia sebagai khalifah di bumi.
Begitulah dengan pemakaian warna emas, merupakan symbol transendental (ilahiah) terhadap keagungan Allah s.w.t., karena warna emas adalah satu-satunya warna paling sejati yang tidak dimiliki oleh benda lain kecuali emas itu sendiri
2.      MushafSundawi
Iluminasinya berasal dari ragam hias daerah Jawa Barat yang secara sosio-kultural termasuk dalam lungkup budaya pasundan. Jika iluminasimushafIstiqlal berasal dari khazanah ragam hias yang menggambarkan corak kebudayaan seluruh nusantara, maka iluminasiMushafSundawidiambil dari jenis tanaman hias khas Jawa Barat menjadi bentuk-bentuk ornament yang khas dan berkarakter sundawi.
ISngkatnya, iluminasiMushafSundawi mencerminkan ragam flora dan budaya Jawa Barat (Motif Banten, Bogor, Sukabumi, Cirebon, Ciamis, dan lain-lain). Jadi pada prinsipnya ada dua jenis sumber inspirasi atau acuan desain pada MushafSundawi, yaitu:
Pertama, yang referensinya berasal dari motif Islami Jawa Barat seperti mamolo masjid, motif batik, ukiran mimbar, mihrab dan peninggalan arkeologislainya. Kedua adalah desain yang bersumber pada sejumlah flora tertentu khas Jawa Barat seperti gandaria dan patarakomala.
Pemrakarsa pembuatan mushaf ini adalah H.R. Nuriana (Gurbernur Jawa Barat saat itu).Dimulai pada tanggal 14 Agustus 1995 bertepatan dengan mauled Nabi Muhammad s.a.w. 17 Rabiulawal 1416 H. H.R. Nuriana membukakan “basmallah” pada lembara awal sebagai symbol dimulainya penulisan mushaf. Penulisan selesai pada Januari 1997(kurang lebih 1tahun 6 bulan) dengan menghabiskan 24.000 ml tinta warna, 5000 ml tinta hitam, 1500 gram prada, 1000 gram emas murni serbuk, 750 batang kuas, 350 pensil dan 25 dus (12,5 Kg) penghapus.
Tim kerja terdiri dari para ulama, ahli kaligrafi, pakar dalam estetika seni rupa Islam, desianer spesialis iluminasi, peneliti, illuminator, ahli computer dan fotografer serta selalu dipantau dan dikoreksi oleh pakar dari Lembaga Tashih Al-Qur’an.
Ditinjau dari sudut pandang sejarah Islam di Jawa Barat, MushafSundawi merupakan karya nyata kepedulian terhadap Al-Qur’an yang telah berakar sejak Islam berpijak di tanah pasundan. Ditinjau dari segi sosio-kultural, MushafSundawi merupakan karya seni Islami yang merupakan paduan antara teks Al-Qur’an dengan kebudayaan yang serasi antara dzikir dah fikir masyaraka Jawa Barat.
3.      MushafWonosobo
MushafWonosobo merupakan salah satu mushaf terbesar dinusantara, ditulis oleh dua orang santri pondok Pesantren Al-Asy’ariyahkalibeber, Wonosobo Jawa Tengah, bernama Abdul malik dan Hayatuddin. Pondok Pesantren tersebut memiliki kekhususan dalam pengajara tahfiz (hafala) Al-Qur’an. Mushaf ini ditulis selama 14 bulan, dari tanggal 16 Oktober 1991 hingga 7 Desember 1992. Ukuran halaman 145x195 cm, dan ukuran teks 80x130 cm,ditulis dengan khas naskhi, disias dengan iluminasi yang sederhana, ditulis diatas kertas karton manila putih, sumbangan Bapak H.Harmoko, mantanMenteri Penerangan RI.
4.      Mushaf Pustaka
MushafPustaka ditulis atas prakarsa presiden RI pertama, Ir. Soekarno, dan merupakan mushaf resmi yang di tulis pertama kali setelah kemerdekaan RI. Mushaf ini dianggap sebagai hadiah dari umat Islam Indonesia atas kemerdekaan RI. Mushaf pustaka ditulis oleh Prof.H. SalimFachry, guru besar IAIN Jakarta, dimulai pada 17 Ramadhan 1367 H (23 Juni 1948), dan selesai pada tenggal 15 Maret 1950. Penulisan hurupBa’sebagai hurup pertama dari kalimat Basmalah oleh Bung Karno, dan diakhiri dengan huruf mim sebagai huruf penghabisan oleh Bung Hatta. Penulisan mushaf ini di bawah kuratorialkhatat (kaligrafer) K.H. AbdurazzaqMuhilli.
Jenis Al-Qur’an ini dalah“Al-Qur’an sudut”, yaitu setiap halaman berakhir dengan ayat penuh, tidak bersambung ke halaman berikutnya. Al-Qur’an ini berukuran halaman 75x100 cm, ukuran teks 50x80 cm, ditulis di atas kertas kartin manila putih, dengan khas naskhi, Mushaf ini merupakan hibah dari Istana Negara pada tahun 1997, saat pembukaan Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, Taman Mini Indonesia Indah.
5.      Mushaf Al-Qur’an Standar Braille
Ditulis dengan huruf arab Braille, yang berbentuk dengan titik yang menonjol, seperti halnya huruf-huruf latin Braille. Dimaksudkan untuk membantu para tunanetra untuk belajar dan membaca Al-Qur’an. Pada mulanya penulisan Al-Qur’an Braille ini dipelopori oleh Yayasan kesejahteraan Tuna netra Islam (Yaketunis) Yogyakarta tahun 1964. Yayasan tersebut dalam membuat huruf arab Braille berdasarkan “system khat imla’I”. Pada tahun 1974, Badan Pembinaan “Wiyata Guna” Bandung menerbitkan pula Al-Qur’an Braille berdasarkan “system khat Usman”, sehingga pada saat itu di Indonesia terdapat dua jenis Al-Qur’an Braille dengan standar yang berbeda.
Kemudian Departemen Agama dalam hal ini PuslitbangLektur Agama Litbang Agama mengadakan musyawarah untuk menyatukan perbedaan ini, sehingga pada tahun 1977 disepakati lahirnya sebuah Mushaf Al-Qur’an Braille untuk seluruh Indonesia, yang kemudian pada tahun 1984 berdasarkan SK Menteri Agama RI No. 25 tahun 1984 ditetapkan sebagai AL-Qur’an Standar Braille Indonesia.
6.      Manuskrip Al-Qur’an tua
Kelompok koleksi ini terdiri dari manusjrip Al-Qur’an tua dari berbagai provinsi di Indonesia di antaranya: manuskrip Al-Qur’an Aceh, manuskrip Al-Qur’an Banten, manuskrip Al-Qur’an Cirebon, manuskrip Al-Qur’an Semarang, manuskrip Al-Qur’an Surakarta, manuskrip Al-Qur’an Yogyakarta, dan manuskrip Al-Qur’an Nusa Tenggara Barat (NTB).
7.      Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Manca Negara)
Kelompok koleksi ini ada yang berasal dari sumbangan instansimaupun individu. Meliputi Mushaf Al-Qur’an, dan terjemahnya dalam berbagai bahasa dan aksara, di antaranya dari Cina, Korea, Jepang, Myanmar, Srilanka, Urdu, Kenya, Finlandia, Polandia, Italia, Jerman, Belanda.
8.      Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bahasa Daerah)
Kelompok koleksi ini di antaranya merupakan sumbangan dari pemerintah daerah yang menerbitkan Al-Qur’an dan terjemahnya dalam bahasa mereka dan ditashihkan kepada LajnahPentashihanMushaf Al-Qur’an, maupun dikelola oleh penerbit  swasta. Di antaranya dari bahasa Aceh, Bahasa Sunda, Bahasa dan aksara Jawa, bahasa Madura, bahasa Gorontalo, bahasa dan aksara mandar, dan lain-lain.